Semestinya aku menuliskan ini dua hari yang lalu. Tatkala seluruh anak-anak se nusantara memberi kecupan, pelukan, kado kecil, mengikuti lomba spesial, menyanyikan lagu dan mengucapkan selamat hari ibu kepada seorang perempuan yang telah menghadirkan mereka di bumi ini.
Saat itu aku jauh darinya. Jauh dari perempuan yang ingin kukecup pipinya, kupeluk erat tubuhnya. Perempuan yang tiga puluh enam tahun yang lalu bersimbah darah, menyabung nyawa tiga hari tiga malam untuk melahirkanku. Seorang ibu yang darinya aku belajar mengenal huruf-huruf cinta. Yang setiap malam mengajarkanku untuk mengenal keagungan Tuhan. Yang dari merdu suaranya aku mengenal nada-nada.
Aku sedari pagi disibukkan oleh segala tetek bengek pekerjaan kantor. Lalu pulang ke rumah berkutat dengan kompor yang ngadat entah kenapa. Sementara samar-samar dari televisi kudengar sebaris kalimat yang membuat hatiku gerimis mengingat perempuan yang paling kucinta itu.
"Saat kita kecil, ibu selalu ada untuk kita. Bila kita haus ibu akan segera datang memberi kita segelas air minum. Bila kita lapar ibu akan cepat membawakan sepiring nasi. Bila kita jatuh ibu akan tergesa menghampiri kita dan mengobati luka kita. Bila kita mengantuk ibu akan memeluk dan menina bobokan kita.
Sekarang setelah kita besar dan tumbuh dewasa, apakah kita bisa selalu ada disisinya saat ia membutuhkan kita?"
Aku lamat-lamat mengingat sebuah syair indah dari Alice May. Meresapinya dengan segenap sukma. Mengharap semoga angin berhembus dan bintang kemerlip di langit sana, menangkap kerinduanku kepada perempuan terkasihku itu, dan menghamburinya dengan doa-doa ke sekujur tubuhnya. Doa dan rindu dariku, anaknya yang nun jauh di ujung Sumba.
Mother, how are you today?
Here is a note from your daughter.
With me everything is ok.
Mother, how are you today?
Mother, don't worry, I'm fine.
Promise to see you this summer.
This time there will be no delay.
Mother, how are you today?
I found the man of my dreams.
Next time you will get to know him.
Many things happened while I was away.
Mother, how are you today?
I love You, Mamah....
Saat itu aku jauh darinya. Jauh dari perempuan yang ingin kukecup pipinya, kupeluk erat tubuhnya. Perempuan yang tiga puluh enam tahun yang lalu bersimbah darah, menyabung nyawa tiga hari tiga malam untuk melahirkanku. Seorang ibu yang darinya aku belajar mengenal huruf-huruf cinta. Yang setiap malam mengajarkanku untuk mengenal keagungan Tuhan. Yang dari merdu suaranya aku mengenal nada-nada.
Aku sedari pagi disibukkan oleh segala tetek bengek pekerjaan kantor. Lalu pulang ke rumah berkutat dengan kompor yang ngadat entah kenapa. Sementara samar-samar dari televisi kudengar sebaris kalimat yang membuat hatiku gerimis mengingat perempuan yang paling kucinta itu.
"Saat kita kecil, ibu selalu ada untuk kita. Bila kita haus ibu akan segera datang memberi kita segelas air minum. Bila kita lapar ibu akan cepat membawakan sepiring nasi. Bila kita jatuh ibu akan tergesa menghampiri kita dan mengobati luka kita. Bila kita mengantuk ibu akan memeluk dan menina bobokan kita.
Sekarang setelah kita besar dan tumbuh dewasa, apakah kita bisa selalu ada disisinya saat ia membutuhkan kita?"
Aku lamat-lamat mengingat sebuah syair indah dari Alice May. Meresapinya dengan segenap sukma. Mengharap semoga angin berhembus dan bintang kemerlip di langit sana, menangkap kerinduanku kepada perempuan terkasihku itu, dan menghamburinya dengan doa-doa ke sekujur tubuhnya. Doa dan rindu dariku, anaknya yang nun jauh di ujung Sumba.
Mother, how are you today?
Here is a note from your daughter.
With me everything is ok.
Mother, how are you today?
Mother, don't worry, I'm fine.
Promise to see you this summer.
This time there will be no delay.
Mother, how are you today?
I found the man of my dreams.
Next time you will get to know him.
Many things happened while I was away.
Mother, how are you today?
I love You, Mamah....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar