Ultah Teristimewa


"Selamat ulang tahun pernikahan kita, Sayang."

Aku membisikkan kalimat itu di telinga lelaki yang selama tiga belas tahun sudah menjadi orang yang pertama kulihat ketika membuka mata di pagi hari, dan orang terakhir yang ku tatap ketika akan memejamkan mata di malam hari. Lelaki yang setiap inchi tubuhnya,setiap gerak-geriknya, setiap kernyit wajah dan setiap lenguh nafasnya telah kukenali dan melekat di memori.

Tidak ada kue, tidak ada greetings card atau perayaan yang sengaja kita gelar untuk momen ini. Hanya ada sebuah bisikan dariku, dan anggukan yang disertai tatapan sebagai balasannya dari lelaki itu.


Tapi aku, entah mengapa, justru merasa inilah momen perayaan ulang tahun pernikahan kami yang paling membahagiakan. Bahkan ketika ulang tahun itu datang ditengah badai musibah yang tengah mendera kami. Kerugian materi dan tekanan batin yang begitu tinggi karena kerugian itu, nyatanya malah semakin mendewasakan hubungan kami. Mungkin pula mendewasakan diri kami sendiri. Aku dan suami lalu mendapati dan percaya satu hal, musibah itu dikirim kepadaku untuk mengupgrade aku dan suami untuk menjadi pribadi yang jauh lebih baik dan Tuhan hendak menyiapkan sesuatu yang spesial bagi kehidupan kami. Musibah itu adalah satu dari sekian proses yang harus kami lalui. Dan Tuhan menempatkan musibah itu persis disaat menjelang ulang tahun pernikahan kami.

Inilah sesuatu yang berharga yang harus aku ambil dari pelajaran hidup ini. Tuhan menciptakan maslah sekaligus dengan solusinya. Tergantung manusialah solusi itu akan ditemukan atau tidak. Berhasil mengatasi masalah itu atau malah menambah parah. Atau solusi itu dibiarkan tergeletak di suatu tempat tanpa ditemukan. Hingga kemudian tak ada pelajaran yang diambil. Masalah tinggal masalah, diam begitu saja menyesaki hidup kita, tanpa diperjuangkan solusinya.

Aku memilih mencari solusinya. Setelah tentu saja, mengambil sejenak waktu untuk menata hati dan pikiran. Meredakan gejolak yang berkecamuk di dada setelah didera musibah. Bangkit dari kejatuhan. Lalu berdua dengan suami membahas jalan keluar dari masalah yang menelikungku begitu dalam. Aku dan suami banyak berbincang. Menghabiskan waktu untuk menyusun rencana-rencana yang sifatnya teknis. Bagaimana mengganti kerugian itu, bagaimana mengatasi kemelut di hati, bagaimana menyikapi kerugian itu, apakah harus menuntut ganti atau tidak, dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu.

Kami menjadi begitu dekat. Begitu saling membutuhkan. Sekali juga menjadi bertambah-tambah rasa sayang dan cinta kami satu sama lain. Mungkin ini pula salah satu efek positifnya dari musibah yang menimpa kami. Hubungan cinta kami yang sudah berjalan selama tiga belas tahun, tidak memudar dimakan waktu. Melainkan semakin erat melekat di hati dan tumbuh subur merindangi rumah cinta kami.

"Semua pasti ada jalannya, dan kita telah menemukan jalan itu, Sayang," bisikku kemudian.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar