Ketika malam mencengkeram kepalamu hingga kantuk lenyap, apa yang kau lakukan
untuk membunuh sepi yang menyengat? Kebanyakan orang mungkin mengalihkan
perhatian pada hiburan yang justru makin semarak pada saat malam makin
beranjak. Sebagian meleburkan diri pada permenungan panjang.
Aku?
Terbangun dan tetiba, entah mengapa ingatanku tumpah pada
dua sosok insan yang tengah dirajam perihnya memperjuangkan cinta. Aku yakin
mereka, dua anak manusia yang kini setiap mengingat cintanya berguguranlah air
matanya itu, tengah larut dalam sujud-sujud mereka yang khusyu’, hanyut dalam
doa-doa yang lirih dan perih. Menjeritkan kepasrahan pada takdir pahit yang
mungkin siap menghadang jalan hidup mereka.
Cinta adalah kekuatan yang dahsyat. Cinta mampu menggerakkan
hati yang lemah untuk menjadi kuat. Bukan sekali kita pernah mendengar betapa
kekuatan cinta bisa mengubah hidup seseorang. Seseorang bahkan berkelana
mencari cinta ke penjuru dunia, meski kemudian menyadari bahwa cinta yang ia
cari ternyata selama ini ada di seberang jalan rumahnya. Dan banyak anak
manusia yang meninggalkan rumah, mengabaikan zona nyaman, meninggalkan
orang-orang terdekat yang sontak menentang
cintanya, lalu menjadi orang yang tak berumah, ‘menderita’ dan asing,
semua demi cinta. Ada banyak anak manusia yang menanggalkan imannya, menjadi
‘kafir’ juga demi sebuah rasa yang semu tapi sekaligus berdaya tenaga besar,
yaitu cinta.
Cinta terkadang datang menembus batasan, sekat, dan
peraturan dan harapan. Itulah mengapa cinta pun memiliki gaya hancur yang luar
biasa terhadap semua tatanan yang ada.
Sesungguhnya cinta diciptakan oleh Tuhan sebagai pengikat
batin yang dipenuhi oleh rasa welas asih. Cinta itu menenteramkan. Cinta dengan
caranya sendiri, telah memberikan sinyal pengikat itu antara dua hati. Orang
akan begitu saja tahu, bahwa dialah orang yang tepat baginya. Untuk itulah
cinta layak diperjuangkan. Sebab cinta dan takdir selalu seiring sejalan.
Bukankah takdir tidak menghendaki kepasrahan buta, tanpa usaha dan ikhtiar.
Serupa itulah cinta yang tengah menanti takdirnya, harus diperlakukan. Cinta
butuh perjuangan.
Ah, rupanya aku tengah mengigau, menceracau seolah aku ahli
cinta. Jelasnya, aku sedang turut merasakan kegalauan yang melanda mereka.
Beruntungnya aku memiliki orang-orang yang mengasihiku, yang membiarkan aku
menjemput kebahagianku sendiri tanpa turut campur yang terlampau restricted. Meski aku harus terpelecat
jauh dari tempat aku lahir dan
bertumbuh. Orang tuaku percaya cinta adalah bekal utama hidup berumah tangga,
bukan harta, keturunan, kesempurnaan fisik, ras, atau golongan.
Bagaimana mereka yang dihadang oleh keyakinan yang keliru tentang
pilihan jodoh ini akan berbuat? Haruskah mereka menerjang rintangan dan
menanggung beban resiko yang berat disandang? Ataukah mereka pada akhirnya
harus menyerah dan mencerabut cinta yang sudah demikian kuat mengakar di dalam
hati mereka?
Aku tak dapat membayangkan. Kecuali selarik doa yang
kulangitkan untuk mereka. Semoga cinta tidak menyisipkan duka derita
berlama-lama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar