Flash Fiction: Layu



Sudah satu jam aku duduk terpekur.  Menunggu bukan lagi sesuatu yang membosankan. Meski tak bisa disangkal, penat mulai menjalar pantat karena rokku yang terlalu ketat. Aku tetap mengipasi bara harapan yang tengah menggelora di jiwa. Yakin seyakin langkahku sore itu untuk melarikan diri dari dunia nyata, dan bertemu sejenak denganmu di dunia imajinasi. Seperti yang pernah kita guraukan, kau menemaniku berbaring di rerumputan kering, mendengarkan kisah masa kecilku yang bening. Kita tersenyum. Aku tahu kau tersenyum meski seperti apa wajahmu aku hanya bisa menggeleng, entah.

Kau akan datang, bukan? Seperti janjimu. Suatu hari, saat jingga di cakrawala membiaskan biru nila hingga warnanya menyapu kaca jendela kamarku, kau akan datang menemuiku. Aku terkenang pembicaraan kita tentang kisah masa kecilku. Kau pasti akan datang untuk melunaskan janjimu itu, memasang telingamu dan membiarkanku menguliti kenangan semasa bocah dulu. Aku, merebahkankan tubuhku di hamparan rumput yang menguning dan menusuk-nusuk punggungku. Tapi bersamamu, aku serasa melayang di atas gumpalan awan. Kau harusnya sudah datang.

Tapi aku harus terus menunggu. Jika tidak, tentu kau akan mencari-cariku saat kakimu menginjak ranting kering yang gugur oleh angin senja yang tertiup buru-buru. Kau tentu tak lagi dapat mencium aroma tubuhku yang lari terbawa sang bayu. Sepasang matamu yang selalu sayu seperti katamu, akan mengitari padang rumput yang telah senyap sepeninggalku. Aku tak dapat memaafkan diriku untuk itu. Jadi aku harus terus menunggumu.

Aku masih menunggumu. Di cakrawala, jingga sudah tiada. Rumput mulai basah oleh kabut halus yang mendesah-desah. Selubung hitam menemaniku menunggumu. Tidak apa. Gelap kadang menjadi teman terbaikmu, bisikmu kala itu, saat aku merintihkan ketakutanku pada gulitanya malam. 

Entah sudah berapa lama aku menunggumu. Bulan dan mentari datang silih berganti. Tapi yang kurasakan kegelapan panjang yang menyayat hati. Aku tak dapat membawa lagi tubuhku pergi. Mungkin selamanya aku akan menunggumu di sini. Di tempat yang sering kau kisahkan saat kau gubah sebuah puisi. 

Rest In Peace. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar