Hujan...


Memandang kering kerontang tanah sawah di seberang rumahku membuat hatiku gersang. Sudah lewat dua bulan hujan pergi meninggalkan daratan Sumba. Rasanya ada kerinduan tersendiri yang singgah di hatiku kepada hujan yang rinai di setiap sore hari musim  penghujan yang lalu.
Aku mencintai hujan. Seperti juga aku mencintai puisi, senja, kunang-kunang, padang sabana dan riak ombak di tepian pantai. Aku menyukai wangi tanah yang meruap di remang udara lembab setelah tersiram hujan. Genangan air yang memantulkan sinar matahari, selalu menggodaku untuk memercikkannya dengan telapak kakiku. Kegembiraan kanak-kanak yang sulit kutepiskan setiap datang hujan. Jika saja usiaku masih dapat dihitung dengan jari, pasti aku sudah menghambur riang menyambut hujan, setiap ia datang berkunjung ke berandaku.

Saat aku menginjak remaja, hujan adalah temanku yang setia mengenalkan aku pada melankolia masa muda. Berjalan menerabas hujan sepulang sekolah bersama teman-teman. Menyusuri kelokan jalan setapak di pinggir ladang dengan baju kuyup oleh gerimis. Mengukir lekukan senyum saat mata bersitatap dengan malu-malu. Rinai hujan menjadikan suasana syahdu.

Saat aku tak tahan menahan kesedihan, hujanpun datang menyamarkan air mata yang terurai di pipiku. Siapapun tidak boleh tahu kesedihanku kecuali hujan. Dialah yang menawarkan dukaku. Air hujan menjadi air mataku. Suara hujan menjadi suara tangisku.

Entah mengapa rinduku pada hujan muncul menguat di Juli ini. Aku rindu pada sejuknya. Aku kangen pada airnya yang menghidupkan segala. Aku ingin mendengar deraiannya yang rancak menimpa atap rumahku. Serupa musik  dari  langit ketujuh. Kurasa karena aku ingin kadoku yang terindah pada hari ulang tahunku adalah hujan yang mengunjungi berandaku. Menyejukkan halaman rumahku. Lalu menghidupkan pucuk-pucuk kembangku yang tertutup debu kemarau. Lalu dengan caranya sendiri, menghangatkan hatiku.

Ah, ulang tahunku telah dua belas hari berlalu. Mengapa pula aku masih menginginkan kado hujanku setelat ini. Rupanya aku masih merindu  rinai-rinai gerimis yang kerap mengunjungiku seiring hatiku yang berpuisi.

Waikabubak, 17 Juli 2011
Saat memandang mendung....

Repost from FB notes, hujan pertama tahun ini setelah sekian lama....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar