Lailiang...

Pantai Lailiang nan indah
Beberapa hari yang lalu saya diajak suami jalan-jalan ke Pantai Lailiang di Kecamatan Wanokaka. Pantai yang terletak di selatan pulau Sumba ini konon masih perawan dan sangat indah. Terselip diantara dua tebing karang, pantai ini membujur dihiasi pasir putihnya yang lembut. Dari kejauhan, diatas bukit sebelum sampai ke bibir pantai, saya suka sekali  deburan ombaknya yang terdengar dari kejauhan bergemuruh terpadu dengan riak air lautnya yang biru kehijauan..

Namun sebenarnya saya sedang memikirkan hal lain ketika kami sampai di persimpangan jalan yang membagi rute jalan ke pantai Lailiang itu. Ada pantai lain di garis yang sama dengan Lailing yang selama ini  dipergunakan sebagai tempat untuk melaksanakan sebuah permainan olahraga gulat tradisional  yang dikenal dengan nama “Pajura”. Saya yakin pantai itu sama indahnya dengan Lailiang mengingat kesamaan letak geografis dan keperawanannya. Lalu jika kita terus menelusuri garis pantai itu, kita akan menemukan pantai-pantai lain yang lebih indah lagi.

Banyaknya pantai indah yang menawan di sepanjang selatan Pulau Sumba, menggelitik hati saya, mengapa keindahan ini  seperti sia-sia dan tidak terjamah oleh pembangunan pariwisata. Entah karena tidak tahu bagaimana caranya, atau memang tidak melihat itu sebagai peluang untuk memajukan pariwisata di Sumba . Pemerintah daerah dalam hal ini dinas yang mengelola pariwisata seperti sedang tidur nyenyak saja. Padahal jika dikelola secara serius Pulau Sumba bisa menyamai keelokan Pulau Dewata. Saya tidak bercanda kawan. Alam yang masih natural, masyarakat adatnya yang masih tradisonal, situs-situs batu kubur megalithikum yang mengagumkan dan upacara-upacara adatnya yang sangat magnificent, bersinergi menjadi pemandangan yang harmoni, magis dan indah.

Sesungguhnya, ada secuil kecemburuan di hati saya sewaktu mendengar ada seorang ekspatriat yang melihat peluang itu dan menangkapnya dengan sigap. Dengan skill dan mungkin pengalamannya di negaranya dalam mengelola pariwisata serta kemampuan finansialnya yang memadai, dia mendapatkan hak istimewa untuk mengelola sebuah pantai yang luar biasa indahnya. Menyulapnya menjadi sebuah resor eksklusif yang privasinya amat terjaga. Kemudian menjualnya kepada para wisatawan asing yang memiliki kocek tebal. Disana, bule-bule bebas berjemur dan menikmati deburan ombak di atas papan selancar, tanpa ada gangguan.

Tebak berapa tarifnya semalam? Enam juta rupiah. Pikirku ini gila. Seorang bule yang mungkin saat itu nyasar ke Sumba, sekedar membuang uang untuk jalan-jalan ke pelosok Indonesia, kini malah berubah menjadi seorang yang menghasilkan milyaran uang setahunnya dari sepotong pantai di Sumba yang sebenarnya bukan miliknya. Saya tidak tahu persis, apakah pemerintah daerah mendapatkan bagian dari semacam pembagian profit yang dihasilkannya. Atau sekedar menerima pajak PPN dan PPhnya yang mungkin tidak seberapa.

Saya membayangkan banyaknya keuntungan yang didapat oleh masyarakat Sumba dari sektor wisata seandainya saja pemerintah mau sedikit menengok ke sana. Pendapatan ekonomi sektor besar dan kecil meningkat, akses transportasi dan informasi semakin terbuka, dan otomatis akan memacu kemajuan-kemajuan di bidang lain.

Pertanyaan saya ini akan selalu tinggal sebagai pertanyaan. Selama pemerintah tidak tergerak untuk lebih menengok ke sana. Peduli dan berusaha lebih serius menggali potensi alam yang dimiliki oleh Sumba. Apa yang bisa diharapkan dari sebuah pulau yang hanya bisa ditumbuhi oleh rumput-rumput sabana? Kecuali keindahan alamnya dan keunikan etniknya yang tradisional.

Teramat sayang, membiarkannya terabaikan, hanya dinikmati oleh segelintir orang seperti saya dan suami yang memang sangat menyukai pantai. Hingga pada akhirnya malah rombongan turis-turis bule yang tidak peduli sama sekali akan kemajuan Sumba yang menikmati keindahannya.  Menghabiskan dolarnya lalu mengalir deras memenuhi kocek seorang bule lain yang jeli matanya melihat lembaran-lembaran dolar tersembul di balik kilauan pasir putih di sebuah pantai indah di Sumba.

Tapi, mumpung belum ramai oleh wisatawan asing dan domestik. biarlah saya bersama suami  memuaskan diri menikmati keindahannya. Hehehehe.


Repost from my fb Note.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar