Mimpi

Beberapa hari yang lalu saya “ditantang” oleh seorang teman untuk belajar menulis.  Suatu hal cukup sulit untuk dilakukan, karena saya belum pernah sekalipun membuat tulisan, kecuali skripsi, makalah, paper atau ringkasan kuliah. Itupun sudah belasan tahun yang lalu aku lakukan. Untuk memulainya lagi, serasa bagai seorang ibu tua yang lama tidak melahirkan lagi, lalu karena ingin punya anak lagi, melahirkan jabang orok itu memerlukan perjuangan yang berat, mempertaruhkan nyawa. Ah, mungkin terlalu berlebihan metaphor itu.  Tapi pasti engkau tahu kan bagaimana sulitnya bagi saya untuk menulis.


Untuk memudahkan proses percobaan proyek tulisan saya ini, mungkin mengenang masa remaja adalah cara termudah untuk membangkitkan semangat saya. Walaupun cuma dengan menulis buku diary,  yang berisi curhatan dan cerita perjalanan hidup, saya ingat, semangat yang runtuh dapat kembali tegak, gairah yang redup entah bagaimana bisa berbinar lagi, keinginan yang memudar serta merta  mencuat, membuat saya bisa mendongakkan kepala dan berkata: “ya, saya pasti bisa”.

Tidak ada salahnya mencoba sesuatu yang kelihatan mustahil. Apalagi jika itu adalah mimpi tertinggi kita. Sudah banyak orang sukses yang mengawali semuanya dari sebuah mimpi yang muskil. Orang tersebut berhasil karena bersedia menggantungkan mimpinya di langit tertinggi. Sebuah episode Kick Andy menceritakan kisah seorang pengusaha muda. Ia mengelola usahanya di bidang penjualan pulsa elektronik hingga omsetnya mencapai milyaran rupiah perbulan.  Awalnya ia cuma bermimpi memiliki uang satu milyar dan menuliskannya sendiri di buku rekeningnya yang isinya waktu itu hanya seratus dua ratus ribu rupiah, hingga ia ditegur oleh teller banknya karena tulisan itu. Kelihatan konyol, tapi lihatlah kini, apa yang tidak bisa ia miliki sekarang dengan kekayaannya yang ia peroleh dengan bermimpi memiliki uang semilyar itu.

Siapa pula yang tidak kenal Andrea Hirata, penulis tetralogi Laskar Pelangi. Berkubang dengan lumpur kemiskinan membuatnya tergetar oleh candu pendidikan, menisbahkan keinginannya yang tertinggi untuk belajar di Universitas Sorbonne. Membaca novelnya membuat saya merinding dan gemetar. Demikian besar daya hidup sebuah mimpi hingga bisa melecut semangat seorang anak “ngambat” yang bangun setiap dini hari untuk memikuli ikan. Tersengat gairahnya untuk belajar di sekolah. Hilang segala penat karena terpikat indahnya sastra dan peliknya rumus eksakta. Demi mimpinya, menjelajahi Eropa.

Dan saya sendiri, mengenal seorang ibu yang tidak tamat SMP, bermimpi menyekolahkan ke-enam anaknya hingga menjadi sarjana. Beratnya biaya pendidikan di negara ini, bukan alasan untuk menyerah pada nasib. Segala upaya Ia jalankan demi mewujudkan mimpinya melihat anak-anaknya menjadi sarjana. Mimpinya itu telah mengubah segala kepenatan menjadi senyum yang mengembang setiap kali Ia menghadiri wisuda anaknya menjadi sarjana.
Indah bukan?

Baiklah, saya akan mencobanya. Bagi kebanyakan orang, menulis mungkin tidak menarik hati. Tapi bagiku menulis, seperti menghirup udara segar di pagi hari di pegunungan Alpen yang asri. Seperti menginjakkan kaki di pelataran Colloseum yang megah. Seperti berkendara dengan kecepatan 180 kilometer perjam di sirkuit balap, atau menaiki gondola bersama seorang laki-laki menyusuri riak sungai di Venezia diiringi suara merdu sang pengemudi gondola. Amazing.

Inilah mimpiku yang terpendam. Sempat berkhayal mengunjungi  Granada, melihat sisa-sisa kejayaan Islam di masa lampau, ternyata menulis terasa jauh lebih menggairahkan untuk saya. Dengan menulis saya bisa belajar  menghargai setiap huruf. Karena huruf yang menjelma kata-kata, mampu mempengaruhi orang yang membacanya. Kalimat yang terangkai dengan rapi,  indah dan penuh makna berpotensi mengubah cara perpikir seseorang yang mungkin sedang putus asa menghadapi sulitnya hidup.  Bahkan ide-ide dan gagasan  hebat yang disusun oleh kalimat, mampu mengubah peradaban dunia.

Tentu masih jauh panggang dari api, saya belum apa-apa untuk menuju menuju kesana. Tapi minimal saya mau mencobanya. Mustahil, saat ini jadi kata yang tidak relevan dalam kamus saya. Tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini selama kita berusaha untuk mencapainya. Tantangan dari teman telah memotivasi saya untuk belajar sesuatu. Bahwa hidup adalah selamanya belajar.  Menukil ucapan Saheela, gadis 15 tahun yang diterima kuliah di Harvard sementara di saat  yang sama,13 Universitas lain menerimanya pula menjadi mahasiswinya, “anyone who’s motivated, can work wonders”, acapkali kita perlu motivasi dalam meraih sesuatu.

Maka disinilah saya. Berdiri di depan pintu gerbang mimpi saya untuk menjelajahi negeri terindah. Negeri yang bisa dikunjungi oleh siapapun tanpa harus beranjak dari tempatnya, negeri yang penuh hikmah dan filosofi yang mengajarkan setiap inti kehidupan. Negeri kata-kata.


Repost again :D
14 Mei 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar