Minggu kemarin itu pula secara tidak sengaja, saya menonton sebuah film yang menurut saya sangat inspiring. Annapolis. Begitu judul film yang saya tonton di sebuah teve swasta nasional itu. Film yang saya belum pernah saya ketahui sebelumnya. Dan dari pemerannya, saya tahu film ini tidak begitu meledak di pasaran. Atau setidaknya begitu anggapan saya.
Apa yang menarik dari film itu? Film yang disutradarai oleh Justin Lin ini menceritakan perjuangan seorang pemuda kulit putih untuk menjadi kadet pada US Naval Academy. Bagaimana dia berjuang seorang diri untuk mendaftar kemudian memasuki pendidikan yang keras. Dia menghadapi tekanan dari instruktur yang sangat keras, cibiran dari teman-teman seangkatannya yang kecewa karena dia selalu menyebabkan seluruh kelas mendapatkan hukuman masal, dan sikap dingin ayahnya yang menginginkan dia meneruskan karir ayahnya sebagai ahli pembuat kapal untuk angkatan laut.
Suatu hari, dimana seluruh kadet diperkenankan untuk libur, Huard si pemuda itu, pulang ke rumahnya di galangan kapal. Menemui ayahnya dan mengatakan dia tidak sanggup lagi meneruskan cita-citanya untuk menjadi kadet di US Naval Academy. Sang ayah gembira, dan langsung menyiapkan sebuah posisi di galangan kapal yang dikepalainya. Namun, sesaat kemudian, ketika sang ayah telah keluar dari rumah, Huard menemukan secuil kertas yang ditempel di pintu kulkas. Sebuah catatan taruhan antara teman Huard dengan ayahnya tentang seberapa lama Huard bertahan di Academy. Huard tersinggung berat dengan taruhan yang nyaris saja dimenangkan oleh ayahnya itu. Kemudian dia berkemas dan menemui ayahnya.
Dia berkata pada ayahnya: "Ayah macam apa yang menginginkan anaknya gagal."
Ayahnya menjawab dengan tegas:" Dirimu sendiri yang menyebabkan kau gagal, bukan ayah."
Huard tercenung. Dia terlecut dengan ucapan ayahnya. Dengan tekad yang membara kemudian dia kembali ke Academy untuk menuntaskan apa yang sudah dimulainya. Dia ingin membuktikan kepada ayahnya, kepada teman-teman yang underestimate kepadanya dan kepada instruktur yang selalu menekannya bahwa dia bisa.
Setelah itu semua pelajaran keras yang dia terima dari Academy, dia santap habis-habisan. Ketika temannya istirahat, dia mati-matian belajar. Ketika teman-temannya mengira dia akan menyerah, dia terus mendorong dirinya sekuat tenaga untuk sampai di titik final. Namun halangan kadang tidak semata datang dari dalam. Ketika mendapati teman akrabnya yang putus asa dan menjatuhkan dirinya dari gedung bertingkat di kampusnya, Huard berang dan menyerang instruktur yang telah menyebabkan keputusasaan yang mendalam pada diri temannya itu. Dia terancam diskors. Dikeluarkan dari academy karena telah melanggar aturan yang berat hukumannya.
Ketika menunggui temannya yang selamat dari percobaan bunuh diri itu, Huard menyatakan akan mengundurkan sebelum sidang dirinya dilaksanakan. Temannya kemudian mengatakan: "Saya telah mendapatkan second chances dalam hidup saya, saya berharap kamu juga memanfaatkan second chances yang kamu dapatkan sebaik-baiknya."
Huard mendapatkan dispensasi penangguhan masa sidang. Di jeda itulah dia mengerahkan segala kemampuannya untuk bertanding boxing demi membahagiakan temannya dan untuk mencari jati dirinya. Dan dia kalah. Kekalahan yang membanggakan dirinya. Semangatnya di ring boxing pada akhirnya menjadi pemicu semangatnya bagi kemenangan dia dalam meraih cita-citanya menjadi kadet angkatan laut.
Second chances itulah yang mempengaruhi saya seminggu ini. Saya menganggap kebetulan ini bukan murni suatu kebetulan. Tuhan telah merancang sebuah pembelajaran yang asyik untuk saya, dalam menyikapi hidup. Seberapa banyak waktu yang kita sia-siakan. Dan terkadang, sebuah kesempatan kedua urung dimanfaatkan sebaiknya. Seringnya kita terjerumus di kesalahan yang sama, karena tidak menggunakan kesempatan kedua untuk memperbaiki keburukan dan kelemahan kita.
Kesempatan kedua tidak pernah datang dua kali, begitu tutur seorang kawan lama. Saya merasa diri saya seperti Huard di awal kisahnya, yang sering mengalami masa-masa menyerah dan kalah. Namun setelah menonton film itu, semangat saya bangkit. Keyakinan saya membumbung tinggi. Dan harapan saya untuk menjadi seorang yang saya inginkan, kembali menguat. Hanya orang yang memiliki impianlah yang akan berhasil.
Temanku yang baik hati.
Untuk minggu ini, dengan menyesal saya belum dapat memposting cerpen tugas GWA06. Seperti saya katakan di muka, cerpen saya harus diremidi. Mudah-mudahan saja, keharusan meremidi cerpen saya itu bukan karena cerpen saya buruk rupa. Melainkan semata-mata karena adanya miss interpretasi masal terhadap aturan yang ditetapkan oleh Gradien pada tugas minggu lalu. Di luar itu, bagi saya remidi itu adalah bonus waktu untuk saya. Semacam second chances rupanya.
Saya nukilkan tweet dari Gradien di twitter ya. Begini. "Sekali lagi, pekerjaan utama pengarang adalah mengarang. Pekerjaan sampingan pengarang adalah membaca. Di antara keduanya, hanyalah selingan, hihi."
Salam hangat.
Repost from My Facebook Notes, Waikabubak, 18 Oktober 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar