Menciptakan Asap Cinta By Pakde Azir



Resensi cerpen “Ponsel Dinah” karya Lilik Qurota Ayunin

MEMBACA cerpen Lilik “Ponsel Dinah”  mengingatkan Pakde pada cerpen Putu Wijaya “Laila” — http://www.facebook.com/note.php?note_id=126293264145879 — dimana diceritakan pengabdian seorang isteri kepada suami yang dalam cerpen itu sudah mendekati perbudakan/pemerasan hanya karena mitos yang dipercayainya bahwa pengabdian total seorang isteri adalah merupakan syarat untuk masuk surga. Sang isteri, Laila, bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Ia dipengaruhi oleh majikannya untuk melawan mitos itu, dan akhirnya ia terpaksa mengikuti pengaruh majikannya. Tetapi Laila malah menjadi sedih, karena ia tidak akan bisa masuk surga.


Berbeda dengan tema yang diusung oleh Putu Wijaya yaitu “pengabdian”, Lilik mengusung tema “cemburu” yang oleh Rere (nomor 7) Pena (nomor 11), dan Ita (nomor 16) dikatakan “menggelitik”, sehingga cerpen ini boleh digolongkan cerpen jenaka, karena membuat pembaca tersenyum simpul setelah selesai membacanya. Kalimat ending sekaligus anti-klimaksnya, sangat cantik, ibarat pesawat terbang yang landing dengan mulus : Dinah tersenyum puas.

Kearifan leluhur mengatakan : Ngambek tanda sayang, cemburu tanda cinta.  Jika cinta diibaratkan api, maka cemburu adalah asapnya. Untuk meyakinkan apakah Jun cinta padanya, maka Dinah berusaha membuat Jun cemburu. Dinah berhasil, dan dia puas. Itulah pesan yang disampaikan oleh cerpen ini.
Cemburu adalah warisan dari nenek-moyang kita, Hawa. Konon, setiap malam Hawa tidak bisa tertidur sebelum suaminya, Nabi Adam AS, belum tidur duluan. Setelah Adam tertidur, Hawa lalu bangkit menghitung tulang rusuk suaminya : satu … dua … tiga … dst. Oh, masih lengkap. Hawa tersenyum puas. Barulah dia bisa tertidur.

Diskusi panel selengkapnya diturunkan sebagai berikut :

(1) RIESKA PRADITYA ERNANINGTYAS : Privat novel.  Hampir semua suami-istri mengalaminya. Dan memang begitulah lelaki. Seiring berjalannya waktu, apa pun yang menjadi ciri khas istrinya kemudian menghambar, menjadi biasa dan tawar. Beda dengan perempuan. Sekecil apa pun yang namanya perhatian, walau diberikan berulang kali tetap akan terkecap manis dan mampu membangkitkan semangat. Sukses sayy, aku mampu menelan baris demi baris cerpen ini. Pemilihan diksinya, amboy,  enak ditelan jiwa.

Jawaban Lilik :  Memang fragmen kecil yang terjadi dalam rumah tangga itu seringkali dialami oleh pasutri. Saya pernah terpikat oleh sebuah cerpen yang saya sudah lupa judul dan pengarangnya. Di situ digambarkan bahwa si tokoh sangat menyukai sifat istrinya, yang ketika di depan anak dan cucunya demikian keibuan, tapi saat berduaan saja, si istri menjadi sangat kekanakan, ngalem  (manja) dan suka merajuk untuk mencari perhatian si tokoh (mereka pasutri usia lanjut). Itu sangat mempengaruhi pikiran saya. Perjalanan rumah tangga yang sedemikian panjang dan melelahkan, pasti akan cepat membosankan bilamana tidak ada inisiatif dari kedua belah pihak untuk membuatnya jadi segar dan penuh romantisme.

Tambahan Rieska :  Seharusnya romantisme memang selalu dijaga dan dipupuk. Sayang banyak pria dewasa tidak suka dengan kemanjaan. Mereka tiba-tiba berubah dalam sekejap menjadi robot pencari uang setelah dengan lantang mengucapkan ijab dan qabul lalu semua beban membuat kekasih yang begitu romantis berubah menjadi mesin penuh aturan dan angka-angka.

Jawaban Lilik :  Dan tiba-tiba terpikat oleh kemanjaan gadis belia yang dia temui di luar rumah.

Ressume Panel :  Perselisihan dalam perjalanan biduk rumah tangga itu perlu. Supir akan mengantuk di jalan yang lurus saja, tanpa tikungan dan tanjakan. Sebuah peribahasa Latin mengatakan : sic passim parabellum  (peperangan dibutuhkan untuk mencapai perdamaian). Ibarat suara radio yang storing, perlu memutar tuning gelombang dan volume agar diperoleh suara yang jernih dan pas.
Romantisme memang selalu harus dijaga dan dipupuk, tanpa melihat usia perkawinan.
Waktu Pakde habis operasi jantung (2004), Pakde tanya : Dokter, ini foto rontgen masih mau dipake, nggak? Dokternya jawab : udah nggak. Pakde ambil spidol lalu menulis nama Bude sehingga semua ruang jantung itu penuh dengan nama Bude. Lalu Pakde tunjukkan : Bu, coba lihat apa itu yang tertulis di jantung Pakde. Waduh … senangnya Bude luar biasa … padahal dia tau itu bo’ong  (bukan bohong).

(2) NISA (Nissa Anissa) : Lagi asyik baca tau-tau ceritanya habis kayak kesandung batu di tengah jalan. Ceritanya bagus. Acung jempol buat penulisnya. Sukses selalu.

Jawaban Lilik :  Waduh, untung nggak sampe berdarah jempol kakinya. Hehehe. Saya termasuk jenis pembaca yang cepat bosan kalau cerita yang saya baca lambat bergulirnya dan muter-muter untuk sampai pada tujuannya. Biasanya saya jadi meloncat-loncat bacanya. Mungkin itu sebabnya saya jadi cenderung menulis cerpen yang ringkas dan to the point.  Tapi mudah-mudahan itu nggak mengganggu jalan ceritanya.

Ressume Panel :  Salah satu ciri cerpen yang bagus jika pembaca masih terbuai tiba-tiba tamat. Yang penting bahwa pesan yang ingin disampaikan oleh penulis sudah terpenuhi.

(3) TAMA (Pratama Denta) : Entah apa yang kudapat dari cerpen ini. Tapi rasa ngeri luar biasa menghantui. Begitu pas menggurat teka-teki rumah tangga. Selamat berkarya, kawan.

Jawaban Lilik :  Kesan ngeri itu bisa berubah, kok. Jadi semacam romantisme. Asalkan kecemburuan itu jangan dipupuk. Yang harus dipupuk itu cintanya. Di sinilah pentingnya komunikasi bagi suami istri. Jadi, jangan keterusan ngerinya.

Ressume Panel :  Memang dalam cerpen ini Dinah sedang “bermain api” dengan pura-pura selingkuh. Kalau ia tidak pandai me-manage permainannya, bisa terbakar. Sudah menjadi stereotip yang membudaya bahwa jika lelaki selingkuh, biasanya wanita langsung bisa memaafkan. Sebaliknya jika wanita yang selingkuh, biasanya lelaki sulit memaafkannya.

(4) HEN MUHAMMAD : Biasanya wanita yang lugu jarang bisa membalas perlakuan yang sama dari suaminya.Tapi tiba-tiba dia minta pisah. Namun di sini dalam cerpen ini sang istri punya pengalaman untnk membalas.Semoga pengalaman ini menjadi hikmah buat isteri yang diselingkuhi suaminya.

Jawaban Lilik :  Yup, bener. Kebanyakan perempuan mengalah dan diam menghadapi ulah suaminya. Padahal, kadang suami juga sebenarnya mengharap istrinya bersikap sebaliknya. Jadi cerpen ini memberi contoh bagaimana suami yang tadinya udah nyuekin istri, bisa berbalik jadi ketakutan akan kehilangan istrinya. Yang penting triknya tepat.

Ressume Panel :  Ada prinsip : lebih baik dicemburui daripada dicuekin.  Tapi Dinah bukan type perempuan lugu. Justru dia pinter memancing emosi suaminya, atau seperti jawaban Lilik : triknya tepat.

(5) DINI ARUM : Bagus begitu ceritanya. Pemilihan diksi yang pas dengan pendeskripsian yang jelas membuat cerita ini terasa variatif dan segar. Sukses!

Jawaban Lilik :  ‘Makasih, Mbak. Sukses juga buat Mbak Dini.

Ressume Panel :  Kunci keberhasilan penulis cerpen antara lain adalah pada pilihan kata (diksi) dan penguasaan kosakata (vocabulary). Untuk kedua hal ini, Lilik perlu mendapat acungan jempol.

(6) ERNA (Chuchu Dymaia) : Pencemburu adalah sifatku, dicemburui adalah kesukaanku. Ada cinta di antara kedua kata itu kala rasa dalam pembinaan yang sempurna. Sebenarnya tak ada cinta yang sempurna sesempurna bulan purnama, tetapi sebagai pelengkap bumbu cinta maka cemburu perlu ditaburi di kala cinta mulai lengah akan kehilafan luar yang membutakan akan cinta aslinya.
Cerpennya bagus, penggunaan katanya pun mudah difahami. Ada makna tersendiri dalam cerita, janganlah membagi cinta dan senyummu untuk orang lain jika cemburu lebih bisa menjawab dari ulah yang kau buat. Dinah, love you.

Jawaban Lilik :  “Love you too, Mbak Erna," kata Dinah sembari mengerlingkan matanya penuh arti.
Memang, cemburu dan cinta menempati ruang dan porsi yang tersendiri dalam sebuah jalinan hubungan cinta. Semuanya harus dalam takaran yang proporsional. Kurang akan mengakibatkan hambar, sementara kelebihan akan jadi bumerang. Dan semua itu kita sendiri yang mengolahnya. Ibaratnya, hubungan cinta itu adalah sebuah masakan. Untuk jadi masakan yang sedap, pasti semua bahan-bahannya harus diolah sesuai takarannya.

Ressume Panel :  Koment Erna berirama seperti sebuah puisi :
     Pencemburu adalah sifatku
     dicemburui adalah kesukaanku.
     Ada cinta di antara kedua kata itu
     kala rasa dalam pembinaan yang sempurna.
     Sebenarnya tak ada cinta yang sempurna
     sesempurna bulan purnama
     tetapi sebagai pelengkap bumbu cinta
     maka cemburu perlu ditaburi
     di kala cinta mulai lengah
     akan kehilafan luar
     yang membutakan akan cinta aslinya.

(7) RERE (Reafista Lanvaizha) : Cerpen yang bagus. Itu simcard-nya Dinah juga, tho? Hahaha … politik, ceritanya jadi menggelitik.

Jawaban Lilik :  Tepat. Itu simcard-nya Dinah. Jadi sebenarnya Dinah tidak sms-an dengan lelaki lain. Itu hanya triknya saja agar terlihat seolah Dinah menerima sms dari seseorang. Untuk membuat Jun cemburu.

Ressume Panel :  Kalau mau dikatakan kelemahan, di sinilah titik lemah cerpen ini. Kalau pembaca kurang jeli melihat, tampak seolah Dinah benar-benar punya PIL (pria idaman lain) yang beneran (konkrit), bukan cuma pura-pura. Lilik terlampau rapih menyimpan anti-klimaks cerpennya yang bisa ditebak oleh Rere, yaitu pada rangkaian kalimat : Tanpa suara, Dinah membongkar sebuah ponsel yang pagi tadi dia sembunyikan di lemari dapur. Dengan sekali gerak, Dinah mematahkan kartu sim yang dikoreknya dari badan ponsel itu. Lalu pecahan kartu sim itu dia hempaskan ke dalam tong sampah.
Tapi ini adalah style (gaya penulisan) Lilik, yang mungkin akan kita temui pada cerpen-cerpen Lilik lainnya, yang merupakan brand image  Lilik.

(8) BUARI MUCHAMMAD : Cerpen bagus. Tapi ada kesan tulisan untuk 18 tahun ke atas. Kalimat-kalimat menggerayang, menggelinjang, deritan sofa.  Mungkin kita bisa menemui di cerpen-cerpen stensilan jaman SMP era 90-an ataupun cerpen-cerpen bercinta di google jika kita senang browsing. Tapi di situlah kehebatan penulis. Bisa menuangkan tulisan yang makna 'garis besar' ke arah murahan menjadi karya yang enak di baca dan di mengerti.
Dan ada lagi kayaknya sebagian cerita agak terputus di ungkapan Jun mau berangkat ke Jogja selama 3 hari, lalu alur jadi flashback  menceritakan kecemburuan Dinah, lalu kembali ke masa sekarang, tentang upaya Dinah untuk membuat pikiran suami kembali padanya. Mohon penjelasannya.

Jawaban Lilik :  Wah, sempet gemeteran dibilang mirip cerita stensilan. Tapi setelah dibilang bagus, hilang deh gemeterannya. Hehehe.
Kesannya kental seperti itukah? Kalau mau dirunut daftar bacaan saya, mungkin dari situlah saya mendapatkan gaya penulisan saya itu. Ada Eep Saifullah Fatah, Djenar Maesa Ayu, Agus Noor dll. Terutama cerpennya Djenar Maesa Ayu, walaupun kental dengan kesan 18 tahun ke atas, tapi nggak membuatnya jadi seperti cerita stensilan. Meskipun memang jadi kontroversi. Setidaknya itu menurut saya.
Untuk alurnya memang dibuat campuran antara flasback dan masa sekarang. Jadi kalau mau diurutkan berdasarkan waktu terjadinya, maka urutannya akan jadi seperti ini:
1. Saat Dinah hamil dan memergoki suaminya membonceng sang bendahara.
2. Jun mau pergi ke Jogya, dan Dinah dipercik api cemburu begitu tahu suaminya akan berangkat dengan teman kantornya (perempuan).
3. Setahun kemudian, saat sekarang, Dinah tak tahan dengan ulah suaminya, lalu dia menyusun rencana untuk membuat suaminya kembali memperlihatkan cinta yang mungkin sudah mengendap dan karam di dasar hatinya.

Ressume Panel :  Ada dua masalah yang diangkat oleh Buari, yaitu mengenai kontent yang vulgar, dan alur cerita.
Pertama, mengenai kontent, memang kadang ada pengarang yang sengaja menulis dengan gaya penulisan yang vulgar, karena memang tujuannya untuk membangkitkan birahi pembacanya. Itulah yang dimaksud oleh Buari dengan “cerita stensilan”  yang biasa ditawarkan oleh pengasong di bus-bus kota. Ini berbeda dengan karya sastra, yang walaupun diakui bahwa ada yang “keterlaluan” menonjolkan adegan-adegan mesum seperti yang kita bisa lihat pada karya Motinggo Boesye, Abdullah Harahap, dll.
Tetapi berbeda dengan cerita stensilan yang tergolong “picisan”, dalam karya sastra bukan kesan vulgarnya yang ditonjolkan, melainkan menghidupkan suasana, sehingga pembaca seolah-olah ikut larut bersama tokoh dalam cerita.
Perhatikan fragmentasi dari cerpen Langit Makin Mendung karya Kipandjikusmin :
Sepasang elang terbang di udara senja Jakarta yang berdebu menyesak dada dan hidung mereka dengan asap knalpot dari beribu mobil. Di atas Pasar Senen tercium bau timbunan sampah menggunung, busuk dan mesum. Kemesuman makin keras terbau di atas Stasiun Senen. Penuh ragu Nabi hinggap di atas atap seng, sementara Jibril membuat lingkaran manis di atas gerbong-gerbong kereta daerah Planet.
Pelacur-pelacur dan sundal-sundal asyik berdandan. Bedak-bedak penutup bopeng, gincu merah murahan dan pakaian pengantin bermunculan. Di bawah-bawah gerbong, beberapa sundal tua mengerang ― lagi palang merah ― kena raja singa. Kemaluannya penuh borok, lalat-lalat pesta mengisap nanah. Senja terkapar menurun, diganti malam bertebar bintang di sela-sela awan. Pemuda tanggung masuk kamar mandi berpagar sebatas dada, cuci lendir. Menyusul perempuan gemuk penuh panu di punggung, kencing dan cebok. Sekilas bau jengkol mengambang. Ketiak berkeringat amoniak, masih main akrobat di ranjang reot. Di kamar lain, bandot tua asyik … di atas perut perempuan muda 15 tahun. Si perempuan … dihimpit, sibuk cari kutu … dan … lagu melayu. Hansip repot-repot …
“Apa yang Paduka renungi.”
“Di negeri dengan rakyat Islam terbesar, mereka begitu bebas berbuat cabul!” Menggeleng-gelengkan kepala.
“Mungkin pengaruh adanya Nasakom! Sundal-sundal juga sokoguru revolusi,  kata si Nabi palsu.”
“Aih, binatang hina yang melata. Mereka harus dilempari batu sampai mati. Tidakkah Abu Bakar, Umar dan Usman teruskan perintahku pada kiai-kiai di sini? Berzina, alangkah kotor bangsa ini. Batu, mana batu!!”
“Batu-batu mahal di sini. Satu kubik 200 rupiah, sayang bila hanya untuk melempari pezina-pezina. Lagipula ...”
“Cari di sungai-sungai dan di gunung-gunung!”
“Batu-batu seluruh dunia tak cukup banyak guna melempari pezina-pezinanya. Untuk dirikan masjid pun masih kekurangan, Paduka lihat?”
“Bagaimana pun tak bisa dibiarkan!” Nabi merentak.
“Sundal-sundal diperlukan di negeri ini ya, Rasul.”
“Astaga! Sudahkah Iblis menguasai dirimu, Jibril?”
“Tidak Paduka, hamba tetap sadar. Dengarlah penuturan hamba. Kelak akan lahir sebuah sajak, begini bunyinya :
          Pelacur-pelacur kota Jakarta
          naikkan tarifmu dua kali
          dan mereka akan kelabakan
          mogoklah satu bulan
          dan mereka akan puyeng
          lalu mereka akan berzina
          dengan istri saudaranya.

Kedua, mengenai alur cerita, yaitu teknik yang digunakan pengarang menyangkut penokohan, penyusunan konflik, pembangunan tegangan dan penyajian cerita secara utuh. Jangan sampai pembaca sudah jenuh di awal cerita. Untuk menghindari kejenuhan pembaca di awal cerita biasa digunakan teknik: in medias res (memulai cerita dari tengah) dan atau flash back (sorot balik, penyelaan kronologis). Lilik menggunakan kombinasi dari kedua teknik ini.

(9) K’KANK ASEP N : Ceritanya bagus mempermainkan emosi pembaca. Akan tetapi setiap satu masalah tidak tuntas ceritanya, dan terlalu cepat pindah ke masalah lain. Terus, minimya karakter orang dari luar sehingga terkesan cerita menjadi sempit. Coba kalau nambahin nama teman kantor, tetangga, atau yang lainnya.
Terlepas dari itu, cerita ini membawa pelajaran bagi laki-laki atau perempuan yang sudah berpasangan bahwa kecemburuan wajib ada, asal dalam batas normal.
Salam sahabat kecil dari kampung Pangalengan, Bandung.

Jawaban Lilik :  Setahu saya, menulis cerpen tidak sama seperti menulis makalah yang harus tuntas pembahasannya. Cerpen harus dibuat dengan ringkas dengan catatan pesannya tersampaikan. Mungkin bila ceritanya dibuat novel, pembahasannya bisa disampaikan secara lebih detail. Meskipun itu juga tidak harus. Menurut saya, pembaca adalah pribadi yang cerdas. Tidak perlu kita jelaskan pun pasti pembaca bisa menangkap maksud cerita tsb. Bahkan bila kita terjebak untuk menjelaskan sedetail-detailnya, justru akan membuat pembaca jadi terkesan digurui.
Mengenai karakter yang terbatas, saya tidak melihat kebutuhan untuk menambahi cerita ini dengan karakter lain. Sehingga bagi saya cukup Dinah dan Jun saja yang menghidupkan suasana dalam cerpen ini. Kuatirnya, malah cerpen saya ini malah grambyang  ke mana-mana. Maklum masih pemula, hehehe. ‘Makasih ya K'kank Asep atas kritikannya.

Ressume Panel :  Jawaban Lilik sudah cukup menjelaskan maksud komentar K’kank. Berbeda dengan novel yang ceritanya bisa melebar, dalam cerpen para tokoh cerita dibuat sesedikit mungkin, dengan demikian perwatakan (karakter) tokohnya pun dipersempit, sesuai dengan kebutuhan pesan yang ingin disampaikan.

(10) ARU AYBI : Cemburu itu bumbunya cinta, tapi kalau cemburunya over kesel juga sih.  Hmm, penasaran dengan kata-kata Dinah kepada Jun, suaminya : "Kak, kalau kak Jun udah bosan sama aku, kasih tahu aku, ya."
Di sini saya merasa Dinah seperti kekanak-kanakan, seperti orang yang masih pacaran. Kalau masih pacaran "bosan" bisa putus. Nah ini Dinah sama Jun kan pasangan suami istri kalau "bosan" mau gimana, apa mau cerai?
Cerpennya bagus. Like it. 

Jawaban Lilik :  Mungkin kalau Jun bosen, Dinah-nya mau melakukan sesuatu yang bisa menghilangkan kebosenan Jun terhadap dirinya. Semacam memberikan surprise-surprise tertentu ‘gitu. Begitu sih yang aku bayangin waktu kutulis kata-kata itu.

Ressume Panel :  Cemburu yang over  itu cemburu buta namanya. Tetapi --- seperti terungkap pada intro resensi ini --- nenek moyang kita Hawa pun punya sifat itu, bahkan Hawa cemburu pada khayalannya sendiri. Ini juga sebetulnya yang dialami Dinah. Kecurigaannya kepada Jun timbul dari khayalannya sendiri, karena merasa cinta Jun sudah mulai pudar. Oleh karena itu dia ingin menghangatkan lagi api cinta itu dengan menghembuskan asapnya, yaitu cemburu.

(11) PENA SUM : Cerpen yang bagus. Sedikit nakal dengan bumbu kata roman, tapi menarik, bikin deg-degan. Kirain mau dilanjutin penjabaran prosesnya sampe klimaks. Pasti seru.
Latar kamar bisa juga hidup, ya? Jun kayaknya nggak bawa oleh-oleh dari Jogja.

Jawaban Lilik :  ‘Makasih, ya? Kalau dijabarkan lagi fragmen di dalam kamarnya ‘ntar malah disensor. Lagian baru segitu juga udah "hampir" dibilang kayak karya stensilan, apalagi kalau sampe klimaks. Serem, ah.
Coba Mas Pena baca cerpennya Eep Saifullah Fattah, kalau nggak salah judulnya “Cinta pada Suatu Pagi.” Bagus, deh. Caranya menggambarkan suasana percintaan si tokoh dengan pasangannya, menggelitik. Menggairahkan tanpa membuatnya jadi porno.

Ressume Panel :  Cerpennya berjudul “Cinta pada Sebuah Pagi” --- https://www.facebook.com/photo.php?fbid=301730329935504&set=p.301730329935504&type=1&relevant_count=1. Tapi maaf kalau bukan cerpen itu yang dimaksud oleh Lilik.

(12) ANGGRA (Ludyaa Anggraini) : Cerpennya bagus. Tapi terlalu singkat. Belum puas aku berkhayal tapi sudah selesai duluan ceritanya. Mungkin bisa ditambahkan tetangga yang suka ngegosip ‘gitu, biar bisa menambah bumbu di cerpen ini.
Terus berkarya, sukses buat kak Lilik. Salam kenal.

Jawaban Lilik :  Terlalu singkat, ya? Nanti aku buatin yang agak panjangan. Untuk yang ini saya ngerasa, kalau ditambah-tambahin karakter lain malah ngalor-ngidul  ceritanya. Sukse juga buat dirimu, sayy. Salam silaturrahim.

Ressume Panel :  Komentar Anggra identik dengan K’kank (nomor 9). Sesuai dengan namanya --- cerita pendek --- ya, harus pendek. Atau seperti kata Lilik : jangan sampai grambyang  ke mana-mana.

(13) RINI PURNOMO : Ini salah satu cerpen terbaik yang pernah kubaca di komunitas ini. Sukses buat mbak Lilik.
Maka dari itu jangan lengah sama laki. Kalau perlu dia berkedip aja kita harus tau.

Jawaban Lilik :  Alhamdulillah, saya sangat tersanjung oleh penilaian Mbak Rini yang menganggap cerpen saya salah satu yang terbaik. Mudah-mudahan ini membuat saya semakin semangat menulis. Saya termasuk orang yang nggak pedean soalnya, terutama dalam menulis, hehe, curcol.

Ressume Panel :  Frasa “jangan lengah”, Pakde setuju. Tapi kalau sampai “berkedip” pun harus diawasi, itu namanya sudah kebangetan. Untuk Rini, Pakde rasanya pernah kirimkan sebuah puisi Kahlil Gibran. Pakde kopas kembali di sini sekedar mengingatkan :

     BERPASANGAN ENGKAU DICIPTAKAN
     Puisi : Kahlil Gibran

     Berpasangan engkau telah diciptakan,
     dan selamanya engkau akan berpasangan.
     Bersamalah dikau tatkala Sang Maut merenggut,
     bahkan bersama pula dalam ingatan sunyi Tuhan.

     Namun biarkan ada ruang antara kebersamaan itu,
     tempat angin surga menari-nari di antaramu.
     Berkasih-kasihanlah, namun jangan membelenggu cinta,
     biarkan cinta itu bergerak senantiasa
     seperti aliran air sungai yang mengalir lincah di antara kedua belahan jiwa.

     Bernyanyi, menarilah bersama, dalam segala sukacita,
     tapi biarkan masing-masing menghayati ketunggalannya.
     Tali rebana masing-masing punya dawai sendiri,
     walau lagu yang sama sedang menggetarkannya.

     Berikan hatimu, namun jangan saling menguasai,
     sebab hanya Tangan Kehidupan yang akan mampu menggapainya.
     Tegaklah berjajar, namun jangan terlampau dekat.
     Bukankah tiang-tiang candi tidak dibangun terlalu rapat?
     dan pohon jati serta pohon cemara,
     tiada tumbuh dalam bayangan satu dengan lainnya?

(14) YULI (Aunti Yuli) : Hmm, Dinah yang pinter. Cerpennya bagus.

(15) ESTI RAHAYU : Esti suka cerpennya. Selamat pagi semua ... Saking asiknya baca cerpen jadi lupa menyapa.

Jawaban Lilik :  Makasih ya, Mbak Yuli dan Mbak Esti.
Laki-laki kadang musti diakalin dikit-dikit, biar ngeh dengan perasaan perempuan.
Esti, ‘makasih ya udah baca cerpenku dan udah add. Salam hangat dari Pulau Sumba.

Ressume Panel :  Yuli dan Esti mewakili suara hati pembaca. Inilah kelompok sasaran (target group)  setiap penulis/sastrawan. Pemaknaan teks sastra berkaitan dengan pembaca. Tanpa pembaca, teks sastra bukanlah apa-apa, hanya seonggokan kertas belaka. Pembacalah yang memproduksi makna terhadap karya sastra, seperti yang diungkapkan Ronald Barthes dalam penutup esainya yang terkenal, “the birth of the reader must be at the cost of the death of the author.”

(16) ITA SUYONO : Baca cerpen ini jadi tertawa sendiri. Bisa saja akalnya si Dinah membalas rasa cemburu pada suaminya. Ini adalah cerita yang bagus. Salam kenal ya?

Jawaban Lilik :  Mbak Ita, ternyata cerpen saya bisa membuat yang baca tertawa ya, padahal waktu buatnya saya ngebayangin suasana hati si Dinah yang suntuk bin bete. Alhamdulillah bisa menghibur Mbak Ita jadinya.

Ressume Panel :  Komentar Ita sudah Pakde angkat pada bagian intro resensi ini. Ita dapat menangkap pesan penulis dengan baik. Sebuah cerpen harus informatif dan komunikatif, dan Lilik sudah memenuhi kedua prasyarat itu.

(17) NUNG NS : Cerpen kreatif yang dapat menginspirasi istri untuk minta perhatian suami walau harus menerima kemarahan sang penguasa rumah. Aku share, ya? Coz ada temanku yang butuh baca ini kayaknya.

Jawaban Lilik :  Nung, silakan kalo mau share cerpen ini. Tapi ini cuma cerpen, belum tentu akan sama hasilnya bila dipraktekkan di kehidupan nyata. Perlu trik dan tips khusus untuk itu. Btw, makasih ya untuk apresiasinya.

Ressume Panel :  Dinah sukses me-manage kecemburuan Jun sehingga cinta mereka lebih erat terjalin. Tetapi --- seperti jawaban Lilik --- belum tentu akan sama hasilnya bila dipraktekkan di kehidupan nyata.
Seorang Motivator berkata: "Tahun-tahun terbaik dalam hidupku kuhabiskan bersama seorang wanita yang bukanlah istriku." Hadirin terkejut dan terpaku ...
Ia kemudian menambahkan, "Wanita itu adalah ibuku." Hadirin kemudian bertepuk tangan dengan gemuruh dan tertawa.
Otong yang baru saja ikut dalam acara tersebut, kemudian mencoba hal ini di rumah. Setelah makan malam, ia berkata dengan lantang di depan istrinya di dapur: "Aku telah menghabiskan tahun-tahun terbaik hidupku bersama seorang wanita yang bukan istriku."
Tapi Otong lupa sambungan kalimatnya. Ia berhenti sejenak memejamkan mata, mencoba mengingat kalimat terakhir sang Motivator. Ketika Otong membuka mata, ia mendapati dirinya berbaring di tempat tidur rumah sakit. Ia baru saja mendapatkan perawatan akibat siraman air panas.
Pesan moral : Don’t copy if you can’t paste.

(18) LILIS HUSNIYATIN KHOIRIYAH : Cerpen yg bagus. Mengatasi kecemburuan tanpa kemarahan. Bisa nggak, ya? Hehe … capek cemburu terus.

Jawaban Lilik :  Cemburu tanda cinta, tapi emang capek juga kalo cemburu terus-terusan. Dan yang dicemburui juga pasti bosen. Jadi sebenernya ada porsi tertentu untuk cemburu dalam sebuah hubungan, yang bisa bikin sebuah hubungan jadi tidak hambar, juga tidak runyam.

Ressume Panel :  Komentar Lilis mirip kredo pegadaian : Mengatasi masalah tanpa masalah.

(19) ATI SYA’BAN : Boleh juga. Inspirasi untuk setiap pasangan baik yang masih pacaran maupun yang sudah menikah.

Jawaban Lilik :  Ibu Guru Ati, ‘makasih. Ya, kadang kita nggak tau bagaimana mengatasi cemburu. Ada sebagian yang malah malu mengakui bahwa dirinya cemburu. Padahal cemburu itu penting dan perlu, asalkan dalam takaran yang pas.

Ressume Panel :  “Takaran yang pas”. Frasa yang sangat tepat untuk mengukur rasa cemburu yang ada pada setiap manusia, teristimewa kaum wanita. Kata orang “cemburu asapnya cinta”. Kalau dibalik, maka jika tidak cinta tak kan ada rasa cemburu. Tapi juga berbahaya kalau asapnya terlalu tebal. Mata bisa perih.

(20) HENI (Yasinta Heni Machfud) : Mbak Heni nggak bisa komen apa-apa. Cuma bisa bilang : BAGUS!

Jawaban Lilik :  Mbak Heni, ‘makasih. Tapi sebenarnya saya pengen ada komentar yang mengkritisi cerpen saya ini. Sebagai karya pemula, pasti ada titik kelemahannya yang saya tidak sadari.

Tambahan Heni :  Endingnya bikin penasaran. Mbak Heni juga baru kali ini jadi pengamat cerpen.

Jawaban Lilik :  Mbak Heni, pertama kali jadi pengamat cerpen tapi pasti sudah sering baca cerpen ‘kan, Mbak .... Menurut teori, memang ending menentukan kualitas sebuah cerita. Agak susah menemukan ending yang bagus, dan itulah yang terus saya pelajari.

Ressume Panel :  Rensis Likert telah mempelopori sistem kuantifikasi penilaian kualitatif. Dalam skala nilai antara 0 - 10, kata “BAGUS” berada pada skala 8.

(21) NENI NURIYAH NURFARIDAH : Hanya satu kata, itu juga dari suamiku ... emang mbak Lilik tuh pinter. Keren abisss.

Jawaban Lilik :  Teh Neni, huaaaa, ternyata dibaca sama Wiharja Aang juga, ya. Waduh malu euy dibaca sama orang dari dunia penerbitan buku. Makasiiih yaaa ....

Tambahan Neni :  Tinggal siapin aja yang mau dicetaknya, katanya. Aku terenyuh bacanya, aku ada kisah nih, buatin ceritanya dong ....

Jawaban Lilik :  Teh Neni, wah, beneran itu ya? Hmmm, bikin tambah semangat nulis nih ... Salam buat Aank, Teh.
Kisahnya aku tunggu, nanti aku akan coba menuliskannya jadi sebuah cerita.
Oh ya, ada idiom yang aku dengar dari seorang teman, bahwa menulis itu menyembuhkan. Writting is a healing.  Coba deh, buktiin.

Ressume Panel :  Pakde ikut berdoa dan mendorong agar karya-karya Lilik bisa diterbitkan di media konvensional, bukan sekedar di media (jejaring) sosial.

(22) JIHAN SAJA : Pembahasannya sudah jauh, nih? Jihan baru gabung. Itu foto apa, Bu? Ibu menang karena cerpen itu ya, Bu?

Jawaban Lilik :  Jihan, ini adalah sebuah ajang apresiasi sastra yang digelar oleh Komunitas Sahabat Kecil yang dikomandani oleh Pakde Azir. Ibu diajak untuk gabung oleh beliau. (‘Makasih ya, Pakde...).  Itu foto logonya. Cerpen Ibu adalah cerpen kedelapanbelas yang digelar oleh ajang ini. Masih ada dua cerpen lagi untuk minggu selanjutnya. Pemenangnya masih akan diumumkan Desember nanti.
‘Gimana Jihan, komennya ditunggu.

Tambahan Jihan :  Ow, ‘gitu. Semangat, Ibu. Moga dapat yang terbaik. Saluut sama semangat Ibu. Semangat untuk bersaing yang sehat.

Jawaban Lilik :  ‘Makasih, Jihan ....

Ressume Panel :  Publikasi di Komunitas Sahabat Kecil ini cuma sekedar ajang latihan dan pembelajaran. Di sini karya-karya sastra kita tampilkan dan “keroyok” ramai-ramai. Kita tunjukkan mana yang salah dan bagaimana seharusnya. Juga kita akui mana yang bagus. Siapa tahu dari beberapa penulis yang mampir di komunitas ini kelak akan ada yang menjadi penulis besar.

(23) LINDA ZACHARY : Mantaapp! Punya bakat jadi penuliss cerpen juga rupanya mbak Lilik. Kembangkan.

(24) LAIDIA MARYATI :  Si . si . si . Teruskan, Mbak.

(25) ASK CMR :  Mantap tuh ....

Jawaban Lilik :  Terima kasih.

Ressume Panel :  Komentar Linda, Laidia, dan Ask senada dengan komentar Yuli (nomor 14) dan Esti (nomor 15). Kalau dalam demokrasi kita kenal istilah “kedaulatan rakyat”, maka dalam karya sastra ada “kedaulatan pembaca”. Pembacalah yang paling menentukan ketika sebuah karya menjadi best seller.

(26) ALLIEF MUNADI : Cover-nya baguus. Salam ta'aruf. Lilik, saya mesti bilang baguus juga untuk cerpennya. Sederhana, tapi sebetulnya mengangkat sesuatu yang sangat penting yaitu tentang kesetiaan.

Jawaban Lilik :  Bu Munadi, alhamdulillah. ‘Makasih udah gabung di pagelaran cerpen saya di Komunitas Sahabat Kecil, Bu. Nggak nyangka kisah sederhana ini ternyata mendapat tempat juga di hati Ibu.

Ressume Panel :  Kesetiaan adalah benda yang abstrak. Perlu diuji untuk bisa meyakinkan eksistensinya. Salah satunya dengan menguji apakah masih ada rasa cemburu di hati Jun. Dan dalam konteks ini, Dinah berhasil. Puas.

(27) MUHIMATUL KIBTIYAH : Gara-gara sms, bahaya juga ya?

Jawaban Lilik :  Mbak Kib, hehehe … begitulah kisahnya.

Ressume Panel :  Kib barangkali satu-satunya komentator yang melihat “bahaya” dalam permainan Dinah. Tapi untungnya Lilik tidak mengarahkan Dinah ke wilayah “bahaya” itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar